KEDIRI – Rejeki, jodoh, sakit, hingga menghembuskan nafas terakhir adalah rencana Tuhan yang sudah digariskan dan takkan terbantahkan oleh manusia sebagai makhluk paling mulia di bumi ini.
Namun, siapa sangka tatkala rejeki itu datang seperti halnya lagu Selamat Ulang Tahun dan menorehkan harapan panjang umur. Anugerah itulah yang diperoleh Suryani, pria berusia 103 tahun, asal Desa Brangkal, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Ketika ditanya usia, pria yang laik disapa kakek itu dengan lantang menjawab bisa hitung saja karena ia lahir pada bulan Suro tahun 1912. Meski memiliki pekerjaan yang bisa dikatakan serabutan, ia tak gentar menghadapi berbagai tantangan hidup.
“Rahasia hidup saya hanya satu, aja stres (jangan pernah stres), Nak,” katanya, saat ditemui di Kediri.
Apa pun tantangan dan masalah kehidupan, jelas dia, hadapi semuanya dengan senyum dan selalu minta pertolongan-Nya. Dengan demikian, Sang Empunya Kehidupan akan selalu membantu dan memudahkan segala persoalan berat tersebut.
Walau telah hidup ratusan tahun, kiprah pria satu istri dengan enam anak itu dapat disebut pas-pasan mengingat mata pencahariannya tidak seperti orang pada umumnya. Setiap hari, ia bangun sebelum matahari menyingsing.
Usai menjalankan salat subuh, makan seadanya, dan minum kopi hitam, ia langsung berjalan kaki menuju lereng Gunung Wilis yang cukup jauh dari rumahnya untuk mencari batu. Lalu, batu yang sudah terkumpul, dijual sebagai bantalan rel kereta api.
“Tapi karena jenis batu itu sulit ditemui, saya beralih pekerjaan sebagai penebang bambu,” katanya.
Meski demikian, mengingat tanggung jawabnya yang besar kepada keluarga termasuk menyekolahkan seluruh anaknya maka ia tidak hanya menjual bambu secara utuh. Akan tetapi, dengan kreativitasnya yang tinggi beberapa batang bambu itu diolah menjadi tangga dan lincak atau kursi santai.
“Semua pekerjaan itu saya tekuni sejak usia 25 tahun sampai sekarang. Apalagi, itu memang kesenangan saya,” katanya.
Hasil kerajinan tangannya tersebut, setiap hari diperdagangkan di sekitar rumahnya. Kadang, walau berjalan sejauh 10 kilometer juga dilakoninya demi bertahan hidup. Dari hasil jerih payah itu, pria dengan panca indera masih utuh dan berfungsi normal tersebut bisa menjual tangga yang ditawarkan Rp80.000 per buah sebanyak dua hingga empat buah per hari.
“Kalau lincak dengan harga Rp50.000 per buah, bisa laku lima buah per hari. Lumintu hasilnya, meskipun kini tidak bisa saya nikmati bersama istri karena sudah meninggal sejak ia berusia 70 tahun,” katanya.
Walau berjuang mempertahankan hidup seorang diri, pria yang di usianya sudah laiknya pensiun bekerja itu memiliki semangat yang tak pernah padam. Hal itu bukan untuk diri sendiri tapi guna melihat pertumbuhan dan perkembangan seluruh generasi penerusnya saat ini.
“Apalagi, saya masih punya 18 cucu yang kini tinggal dengan orang tua mereka di luar kota. Tapi kadang ketika mereka datang berkunjung ke sini, saya memberikan uang saku semampunya,” katanya.
Sumber : Madiunpos.com
Sumber : Madiunpos.com