Fenomena Caleg Warkop


#Opini
Kamis 9 Januari 2014


Baru-baru ini kita dengar berita. Dii Bojonegoro ada Caleg yang berprofesi sebagai Badut. Kemudian di Malang tadi pagi diberitakan di Metro TV. Juga ada Caleg Wanita yang kesehariannya berprofesi sebagai Pedagang Warung Kopi [Warkop].


Lalu di Solo, Jawa Tengah ada seorang lelaki pedagang Angkringan nekat maju Nyaleg. Lelaki yang berasal dari Sragen ini mengaku prihatin dengan keadaan rakyat.

Adakah yang salah dengan Demokrasi kita sekarang. Seseorang bebas mendirikan Parpol. Bebas merekrut kader. Sampek mendekati pemilihan umum pun. Bebas mencari dan memilih seseorang untuk dijadikan Caleg.

Demokrasi sudah dijamin Undang-undang kita. " Bahwa setiap warga Indonesia berhak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum ". Jadi siapapun berhak memilih partai apapun, caleg siapapun, golongan manapun. Dan berhak dipilih sebagai wakil rakyat di pemilihan umum melalui parpol apapun.

Cuma masalahnya ketika kebebasan demokrasi ini tidak dibarengi dengan tanggung jawab dan integritas. Jadinya seperti sekarang ini. Pengkaderan berdasar uang. Cerdas, Pandai, Integritas dan Tanggung Jawab bukan ukuran.

Misal saja seperti ditayangkan di Metro TV beberapa waktu lalu. Juga disebutkan untuk menjadi caleg melalui salah satu parpol besar. Itu saja butuh dana berpuluh-puluh juta. Wajar kalau akhirnya tidak terpilih lantas jadi gila.

Rumah sakit jiwa siap-siap meraup untung tinggi mendekati pemilu seperti ini. Seperti pun pemilu 2009 lalu. Banyak Caleg gila karena tak terpilih. Jelas karena tak sedikit dana yang keluar.

Lantas salahkah demokrasi kita? Tidak ada demokrasi di dunia ini yang berhasil. Sistem ini justru dipilih oleh negara-negara Kapitalis. Tidak ada yang baik. USA? Tidak baik. Di USA pun banyak juga penyimpangan-penyimpangan.

Nah kembali lagi ke Caleg Warkop tadi. Di Malang seorang wanita penjaga warung kopi 'terpaksa' maju untuk Nyaleg. Kok Terpaksa? Iya. Sebab menurut pengakuannya. Dia dipaksa sebuah parpol karena berdasar UU telah diatur 30% kuota untuk Caleg Wanita. Maka parpol tersebut bingung harus bagaimana untuk memenuhinya?

Sampai harus mencari-cari kalangan menengah kebawah. Tentu masalah rakyat ini kompleks. Perlu dipecahkan oleh kepala-kepala Cerdas, Tanggung Jawab dan berIntegritas. Bukan hanya berUang.

Idealnya parpol harus bisa melakukan kaderisasi sebaik mungkin. Termasuk dari kalangan cendekia. Yang sangat paham dibidangnya. Misal saja yang sudah berprofesi sesuai bidang-bidang yang dibutuhkan rakyat.

Menjadi tak masuk akal sangat. Jika parpol harus bingung mencari kader yang berkualitas. Padahal kini sudah tercanang " Pemilih Cerdas, Memilih Pemimpin Berkualitas ".

Lantas bagaimana dengan sistem demokrasi ini? Salahkah? Saya yakin pendiri parpol pasti orang Cerdas. Yang ingin ikut andil menentukan nasib Pertiwi.

Tapi kalau saat ini rasa-rasanya gimana gitu. Hehehe Cerdas tapi kalah dengan sistem. Adakah kata " terpaksa mencari Caleg seadanya? "

Teringat kembali kata-kata Bung Karno dulu:
" Kamu Bodoh?" Tidak!
" Tapi kamu dibodohi oleh Sistem itu sendiri! "

Hahahaha cocok juga kata-kata seperti ini. Dan di kesempatan kali ini saya mengajak kepada generasi muda. Jangan Golput! Sebab Golput bukan contoh Baik. Golput itu ce-esnya Cuek.

Nah mencuekkan keadaan itu tidak baik. Tahukah kau jika " Orang yang cuek dengan keadaan, merekalah yang akan tersingkirkan? ".

Nah kalou anda lihat calon pemimpin kita itu jelek-jelek ya pilihlah yang tidak terlalu jelek. Jangan malah cuek [Golput]. Sebab jika yang terpilih nanti pemimpin yang teramat Jelek. Maka anda-lah yang telah yang memilihnya. Ini logikanya.
(red-@Handocoe_HanCel)

Subscribe to receive free email updates: