Mbah To, istirahat di trotoar |
#InspirasiKita
Dia berasal dari Madiun. Bekerja demi pengobatan istri. “Saya masih kuat berjalan,” ujarnya kenapa memilih bekerja daripada mengemis.
Brilio.net - Lelaki yang seharusnya sudah menikmati masa tuanya ini ternyata tak seberuntung kakek-kakek lainnya.
Dia adalah Mbah To, kakek 78 tahun yang kesehariannya adalah mengumpulkan rongsokan dari tong-tong sampah di sepanjang jalanan di Yogyakarta. Sudah lebih dari 10 tahun pekerjaan ini dilakoninya.
Dia adalah Mbah To, kakek 78 tahun yang kesehariannya adalah mengumpulkan rongsokan dari tong-tong sampah di sepanjang jalanan di Yogyakarta. Sudah lebih dari 10 tahun pekerjaan ini dilakoninya.
Saat ditemui brilio.net siang itu, Mbah To terlihat sedang menyandarkan sepedanya di trotoar dan kemudian duduk sambil menghela napas panjang. Dia mengaku sakit kepala, pandangannya kabur sehingga harus duduk sejenak di pinggir jalan. Padahal hasil memulungnya hari itu masih sangat sedikit. Di dalam keranjang yang terpasang di sepedanya tidak tampak air minum ataupun makanan.
Sungguh tidak disangka ternyata Mbah To bukan warga Jogja, dia adalah kakek yang berasal dari Madiun yang rela jauh-jauh untuk menyambung hidupnya dan istri yang sudah tergeletak tak berdaya di Madiun karena sakit. Mbah To sendiri tidak bisa sering pulang karena minimnya penghasilan yang dia dapatkan. Padahal dia tidak punya tempat tinggal di Jogja.
“Nggih le sare namung nemplek-nemplek teng warung nopo toko nek sampun tutup (ya yang tidur hanya di pinggir warung atau toko kalau sudah tutup),” ujarnya menjelaskan bagaimana caranya bertahan hidup di Jogja.
Sepeda yang menjadi alat bantu bekerjanya ini ternyata tidak dia naiki karena memang kakinya sudah tidak kuat mengayuh pedal. Sepeda ini hanya dituntun dan dijadikannya sebagai alat pegangan ketika berjalan, karena keseimbangannya sudah mulai goyah.
Keinginannya saat ini adalah dia ingin segera pulang ke Madiun menemui istrinya. Namun dia menunggu tabungannya cukup untuk dibawa pulang. Sementara itu penghasilannya setiap hari tidak menentu, tergantung seberapa banyak hasil memulungnya hari itu.
“Kulo niku tasih saget mlampah alon-alon, mbenjang upami pun mboten saget kulo lagi nyuwun tulung liyane (saya itu masih bisa jalan pelan-pelan, besok jika saya sudah tidak bisa berjalan lagi saya baru minta tolong orang lain),” ungkapnya menjelaskan mengapa dia tidak mau mengemis.
Perjuangan lelaki tua renta ini sungguh mengharukan, tak pernah menyerah untuk menafkahi istrinya yang sakit-sakitan walaupun sebenarnya kondisi fisik Mbah To sendiri sudah sangat lemah.