Obama with George W Bush |
Republika Senin, 3 Februari 2014
Hlm. 8 Bagian Prokontra kolom Resonansi kanan atas
Judul : " Surat dari Wartawan Aljazera "
Ini bukan Propaganda. Bukan pula membeber kebencian sesama penghuni dunia. Hanya sebatas coretan tangan. Yang turut prihatin dengan keadaan namun tak punya kuasa. Terutama kuasa pembelaan atas tuduhan, pelecehan, kekerasan dan penganiayaan. Terhadap sesama Muslim.
Tak sudikah kita mendengar setitik saja kabar dari saudara di negeri luar sana. Mereka yang terjajah kebebasannya. Dan hilang hak-hak kemanusiaannya. Bukan sok peduli. Bukan sok tahu dan bukan sok membela. Tapi percumakah sebuah keadaan tentang saudara dikhabarkan?
Hari senin lalu saya baca artikel tersebut. Betapa miris mendengar khabar sebegitu dalam. Peter Greste dan 2 orang Wartawan Aljazera lainnya dipenjarakan setelah melakukan tugas pemberitaan di Mesir. Tanpa alasan yang jelas.
Sebegitu carut marutkah di Mesir? Terutama sejak Presiden Mursi lengser. Semenjak Ikhwanul Muslimin dituduh sebagai Organisasi Teroris. Geger dimana-mana. Tentu ini bukanlah yang pertama.
Sederet pergolakan Timur Tengah sejak beberapa tahun lalu. Dan ketika urutannya sudah menapaki Mesir. Betapa besar dampaknya. Betapa kehancuran meliputinya. Terencana suda memang.
Artikel tersebut juga menyelipkan surat dari Peter Greste. Sang wartawan Aljazera yang ditangkap dan dipenjara di Turrah. Betapa tiada Demokrasi. Betapa HAM hanya Hak Asasi Menipu. Dan memang sejak dulu jika Demokrasi itu mbelgedesss.
Apalagi Jurnalis sebagai fungsi pengawasan justru dibinasakan. Dimana letak keadilan? Ketika tugas Jurnalis menyampaikan berita berimbang. Tentu "berimbang" sesuai keinginan Rezim yang diperalat AS. Dan setiap gerak berisiko penjara atau mati.
Peter ditangkap dengan tuduhan memberitakan propaganda yang mendukung Ikhwanul Muslimin. Sebagai gerakan yang dicap Teroris. Terlebih karena mendukung Mursi.
Betapa mudah label teroris diberikan pada suatu gerakan. Yang menentang ketidakadilan? Pada penyengsaraan rakyat.
Mursi tak ubahnya nasib Khadafi. Lengser karena intervensi AS. Salah satu alasan Khadafi harus diturunkan. Yaitu kebijakannya untuk mengubah segala pembayaran bisnis memakai Dinar. Sebab jika Dolar terganti Dinar. AS jatuh secara ekonomi.
Peter juga menuturkan dalam suratnya jika dalam sehari ia hanya diberi 4 jam kebebasan keluar dari sel. Bahkan sebelumnya hanya 1 jam saja. Itupun sekedar untuk menjawab pertanyaan penyidik. Yang masih mencari alasan penahanan Peter.
Sehingga masa penahanan Peter pun tak tentu kapan berakhir. Inilah salah satu cara AS untuk menghancurkan Islam.
Dan memang akar persoalan selalu bersumber di AS. Siapa saja yang tak sejalan dengannya. Jelas ia Teroris. Karena Nafsu lah yang memegang Kendali. Kekuasaan dunia jadi barang rebutan.
Beberapa tahun lalu setelah meng-Cap " Islam Teroris! ". Maka dengan sebebasnya mereka basmi Islam. Dengan alasan membasmi Ektremisme. Suatu garis yang jelas bahwa Islam vs Kafir.
Tahun lalu pula ketika saya ngaji di Solo. Sepulangnya, Gabungan Umat Islam se-Solo Raya bersama MUI. Melakukan unjuk Rasa menolak Tuduhan jika Islam Teroris.
Betapa pelecehan itu sampai di bumi Pertiwi pula gaungnya. Walu hanya protes tak tahu pada siapa. Pada Terry Jones? Si Pendeta pembakar Al Qur'an?
Rasanya tak mungkin. Tak sebanding dengan arogansi AS Menghabisi nyawa Muslimin di Timur Tengah. HAM Bukan lagi halangan. Pengadilan Internasional jelas alat AS menghalalkan pembantaian. Bukan cuma dewasa, orang tua, tapi justru anak-anak lah sasaran utama. Agar Muslim tak punya generasi mendatang.
Selamanya Kafirin terus memerangi Islam sampai mereka puas. Dan itu memang digariskan taqdir Illahi. Dan selamanya pula Islam kalah jika tak mau bersatu.
Kita tak sedang membahas kekalutan di negeri luar. Tidak sedang mengacuhkan masalah di negeri sendiri. Tentu disadari banyak suda yang memikirkan masalah didalam negeri. Jadi tiada salah mengusik sedikit perasaan tuk prihatin dengan kenyataan.
Maka dengan satu pertanyaan: Siapa The Real Terorist? Andapun bisa menjawabnya dengan mudah. Tanpa embel-embel SARA.
Sukron